Sabtu, 20 September 2014



Tuhan kita sungguh luar biasa. Ia adalah Penyembuh dan Penolong kita. Seperti yang dikatakan dalam Injil, “Tidak ada yang mustahil bagi Allah” asalkan kita percaya kepada-Nya. Tuhan mampu menolong dan membantu kita dalam segala kesesakan kita. Seperti yang dialami oleh umat yang dikasihi-Nya, di mana mereka mengalami secara nyata kasih dan kebaikan Tuhan.
“Panas suhu puteriku semakin tinggi,” demikianlah ibu Laura Djatnica mengawali kesaksiannya. Segala usaha medis telah saya lakukan demi kesembuhannya. Tidak hanya itu, saya berdoa dengan berbagai macam metode doa penyembuhan yang saya ketahui, yaitu melalui ayat-ayat Kitab Suci, dengan mengusir demam dalam nama Yesus. Akan tetapi, segala doa yang saya panjatkan kepada Tuhan tidak membawa pengaruh apa-apa untuk kesembuhan anakku. Akhirnya, dokter memutuskan agar anakku dibawa ke rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan darah, ternyata anakku terkena demam berdarah.
Di rumah sakit, anak saya telah menghabiskan tujuh botol infus, tetapi ternyata trombositnya tidak mengalami kenaikan seperti yang diharapkan. Trombositnya masih berada di bawah normal. Pada infus terakhir yaitu ke delapan, suster (perawat) mengatakan kepada saya: “Ibu, ini infus yang terakhir yang dapat kami berikan, bagaimana kalau trombositnya masih di bawah normal? Padahal seharusnya, trombositnya mengalami kenaikan.”  Ketika hal itu dikatakan kepadaku, saya tidak tahu harus berbuat apa, jika secara medis telah diusahakan untuk menormalkan trombosit anakku, hal itu ternyata tidak banyak menolong.
Tetapi saya tidak putus asa. Pada malam itu, sambil duduk di samping pembaringan anakku, saya berseru kepada Tuhan: “Tuhan segala usaha telah kami lakukan tetapi semuanya itu sia-sia. Sekarang ajarilah saya bagaimana seharusnya berdoa.” Saat itu juga, saya mendengar Tuhan berkata: “Lihat dan katakanlah kepada setiap tetes infus yang jatuh dan masuk ke dalam selang, dalam nama Yesus biarlah tetesan infus ini berubah menjadi darah Yesus yang menyembuhkan.” Saya imani hal itu dan semalam-malaman saya melakukan seperti yang diajarkan Tuhan. Saya percaya bahwa akan terjadi penyembuhan pada anakku.
Menjelang pagi hari maka habislah isi botol infus itu. Pada pukul 06.00, seorang perawat kembali mengambil darah anakku untuk diperiksa. Pada pukul 09.00 pagi, dokter seperti biasanya datang untuk memeriksa keadaan anakku. Tanpa disangka, dokter yang memeriksa anakku mengatakan: “Saat ini juga, anak ibu bisa pulang karena trombositnya sudah naik.” Saat itu, saya bersyukur kepada Tuhan. Ingin rasanya saya melompat karena sukacita. Sungguh benar apa yang difirmankan Tuhan, “… Roh membantu kita dalam kelemahan kita, sebab kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm. 8:26). Saya bersyukur karena kuasa Darah-Nya telah menyembuhkan anakku. Terpujilah Allah Bapa yang telah memberikan kepada kita Putra-Nya bagi kita semua. Amin.



Salam dalam Kasih Kristus,
Dalam kesaksian ini kami Pasutri Fajar dan Yayuk ingin mengungkapkan kasih Kristus dalam kehidupan rumah tangga kami. Kami menyadari akan kasih Kristus berawal pada saat kami mengikuti Misa dan doa Penyembuhan bersama Romo Yohanes Indrakusuma, O.Carm di Gereja St. Yakobus Kelapa Gading Jakarta 1990. Saat itu saya (Fajar) merasa terpaksa mengikuti Misa tersebut atas permintaan istri saya walaupun kehendak hati saya menolak. Satu setengah jam sebelum Misa istri saya masih lupa jikalau hari itu ada Misa dan doa penyembuhan. Di dalam hati saya saat itu muncul rasa senang, mudah-mudahan dia lupa. Akan tetapi, ternyata satu jam sebelum perayaan Ekaristi dia ingat juga. Maka kami pun berangkat ke Gereja meskipun saya merasa terpaksa.
Sesampainya di Gereja umat telah mulai memenuhi tempat yang ada. Istri saya mendapat tempat duduk di dalam Gereja karena saat itu dia juga menggendong bayi kami yang masi kecil sedang saya saat itu mengikuti Misa dengan ngumpet di kamar pengakuan dosa. Misa berlangsung sangat sakral dan saat doa-doa penyembuhan ternyata anak saya disebut dalam sabda pengetahuan “Saat ini ada seorang anak (bayi) yang sedang berada dalam pangkuan ibunya mengalami sakit mata. Tuhan saat ini menjamah dan menyembuhkannya.” Saya dengar sayup-sayup perkataan itu tetapi tidak saya gubris. Ternyata, pada kenyataannya setelah beberapa hari kemudian bisul (timbilen dalam bahasa jawa) yang hampir selalu menyerang mata kanan, kiri yang atas atau bawah secara bergantian atau berbarengan kok sembuh.
Peristiwa ini menimbulkan sukacita yang luar biasa di dalam hati saya. Saya pun mulai menceriterakan kejadian itu kepada teman-teman, saudara dan kawan-kawan saya. Ternyata seorang teman saya teringat saat itu memang ia mendengar sabda pengetahuan itu dan melirik ke putra kami. Namun, ada juga teman yang berkata “Eh, kamu kan juga obati dia. Siapa tahu anakmu sembuh karena obat, bukan jamahan Tuhan.” Nah, inilah yang membuat saya mulai bimbang sebab yang berkata begitu seorang yang sangat saya hormati di Gereja, sehingga saya ragu-ragu dan mulai melupakan mujizat tersebut.
Sekarang putra kami hampir berusia 15 tahun dan matanya tidak pernah sakit lagi mulai saat itu. Yang ada sekarang hanya tinggal bekasnya saja.Tahun 1992 kami membeli Villa di puncak dan ketika ada kesempatan, saya mengikuti Misa di Cikanyere. Saya senang dengan ketenangan dan suasana Misanya tetapi saya masih tidak mau menerima cara tepuk tangan, angkat tangan, dan semacamnya. Saya ikut Misa menurut cara saya sendiri. Saya lupa bahwa saya pernah diberi mujizat, kehidupan sehari-hari berjalan biasa sampai sekarang.
Dua minggu sebelum diadakan Retret Awal di Lembah Karmel tanggal 8-11 Mei 2003 secara iseng saya meminta adik ipar saya untuk mendaftarkan kami. Dalam hati saya paling juga penuh dan itu pun tanpa persetujuan istri, ternyata ditanggapi serius olehnya. Saya tidak menyangka retret ini membuat batin kami mengalami suatu suka cita dan makin mendekatkan diri kepada Tuhan juga menguatkan serta menambahkan iman kami yang tidak lama berselang akan menerima berita buruk.
Di awal bulan Juni saya memeriksakan kandungan istri saya ke Dokter USG biarpun sampai saat itu tidak ada keluhan sama sekali dari dirinya, jadi hanya kontrol saja. Tidak terduga ternyata hasilnya cukup mengagetkan kami berdua, yaitu ada kista dalam kandungannya sebesar 45 x 36 x 35 mm. Namun, kami tetap kuat, tabah, dan percaya bahwa suatu saat Tuhan akan menyembuhkan istri saya. Setiap hari istri saya selalu berdoa Rosario sambil memohon penyembuhan sebab kata dokter kebidanan jangan dioperasi cukup dipantau saja dulu.
Tanggal 21-24 Agustus 2003 kami mengikuti Retret Penyembuhan Batin di Lembah Karmel. Juga dalam acara retret ini ada suatu pengalaman menarik yang tidak akan saya lupakan. Saat acara pembasuhan kaki, istri saya secara sepontan dan dengan iman membisikkan kepada saya “Pa, kesalahanmu kuampuni.” Tidak kukira ia mengatakan kata yang demikian kepadaku dan saat itu saya hanya bengong mendengarnya, tetapi kurasakan ada suatu sukacita seperti mengguyuriku sampai saat istri membisikiku lagi, “Pa, kok kamu diam saja?” Saya baru sadar, saya juga melakukan hal yang sama kepadanya, menyampaikan bahwa saya memaafkan dia dan kemudian tersenyum serta mengucapkan terima kasih kepadanya.
Keesokan harinya di Lembah Karmel juga diadakan Misa Penyembuhan. Di saat doa-doa penyembuhan dilakukan, saya mendengar bahwa ada seorang Frater dengan sabda pengetahuannya mengatakan, “Ada seorang ibu yang mempunyai kista dalam kandungannya dan saat ini Tuhan sedang menyembuhkannya. Sepulang dari sini harap kembali ke dokter Anda untuk dapat memberikan peneguhan atas penyembuhan ini.” Dan saat itu kami semakin khusuk berdoa moga-moga benar apa yang dikatakan dan istri saya jadi sembuh. Keesokannya saya belum bisa ke dokter yang prakteknya di Bandung karena saya masih harus ke Yogya dahulu mengantar putera saya yang saya ceritrakan di atas untuk bertanding tennis yang merupakan hobbinya. Sepulang dari Yogya tanggal 13 September saya mengajak istri saya ke Bandung untuk menemui Dokter USG. Ternyata sungguh Tuhan telah menyatakan kasihnya kepada istri saya, karena kista di dalam kandungannya telah hilang. Kami malam itu pulang ke puncak, sepanjang jalan kami hanya dapat bersyukur dan bersyukur, berdoa dan memuji nama Tuhan, atas rahmat dan kasihnya yang Ia nyatakan ke atas keluarga kami sehingga rumahtangga kami makin mantap dan makin mau menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Sebelum saya mengalami jamahan Tuhan, dalam berkarya dan dalam kegiatan kemasyarakatan biarpun itu untuk kegiatan sosial, bagi saya semuanya itu hanya semu belaka. Akan tetapi, dua tahun terakhir ini saya mulai ikut berkarya dalam Tuhan di lingkungan Gereja. Saya sungguh merasa ada sesuatu yang lain dan menyenangkan. Terlebih lagi ketika saya kembali mengikuti Misa di Cikanyere saya sudah bisa masuk dengan seluruh diriku untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan bertepuk tangan, mengangkat tangan untuk memuji, menyembah dan bersujud di bawah Sakramen Maha kudus. Semua itu menjadi terasa ringan dan sangat menyenangkan.

Saya seorang remaja berusia 17 tahun dan masih sekolah di SMUN 2 Ruteng, Manggarai, NTT. Selama tiga tahun saya menderita tumor otak. Sebelum terkena penyakit ini, saya dikenal sebagai orang yang cuek ’(tidak peduli), baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Saya terlalu serius menjalani hidup, sehingga teman-teman sekolah menjuluki saya “si kutu buku”. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum, sehingga hidup doa pun saya lupakan, bahkan saya sering tidak menghadiri Misa hari Minggu. Saya merasa bahwa saya harus membahagiakan papa-mama, para guru, dan teman-teman. Prestasi belajar saya yang sangat baik membuat saya sering dipercaya menjadi utusan dalam berbagai perlombaan, untuk mewakili sekolah, kabupaten, propinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.
Ketika saya mengikuti Olimpiade MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di tingkat propinsi, saya merasa pusing luar biasa. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa saya mengidap penyakit tumor otak. Saya hampir tidak bisa mempercayai hal ini. Sejak saat itu saya berubah total. Hari ke hari perasaan cemas dan takut merasuki diri saya. Orang-orang yang mengenal saya tidak menyangka kalau saya menderita penyakit ini. Kebahagiaan keluarga pun ikut terpengaruh. Berbagai usaha papa lakukan untuk kesembuhan saya, baik ke dokter maupun ke dukun-dukun. Akan tetapi selama dua tahun usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil.
Saya hanya bisa pasrah. Sekolah tidak saya pikirkan lagi. Hari-hari saya lalui dengan berbaring saja di tempat tidur. Suatu hari, ketika saya menangis sendirian, tiba-tiba HP saya berbunyi. Ada pesan masuk: “Fred, bisa temani aku? Kapan saja.” Uh, kata-kata ini membuat saya semakin kesal. Akan tetapi, entah kenapa, saya beranikan diri untuk kabur dari rumah dan menemui teman saya itu. Dia mengajak saya untuk mengikuti persekutuan doa di biara Suster Putri Karmel. Karena waktu itu saya belum mengetahui apa-apa tentang pencurahan Roh Kudus maupun tentang Suster Putri Karmel, maka saya menolaknya dengan alasan sibuk. Saya tidak berani mengatakan kepadanya bahwa saya sakit.
Beberapa minggu kemudian dia mengajak saya lagi untuk mengikuti persekutuan doa. Kali ini saya menerima ajakannya karena saya tak mau mengecewakan dia lagi. Sewaktu acara berlangsung, saya bingung, kenapa ada suster-suster dan ada banyak sekali anak sekolah yang datang, namun saya senang sekali dengan lagu-lagu pujian yang dinyanyikan. Semua tampak gembira, bertepuk tangan sambil menari-nari dan menyanyi. Saya merasa terhibur di tempat itu. Setelah itu suasana hening menyelimuti tempat itu, seolah-olah tak ada orang. Suster meminta kami menyadari Tuhan Yesus yang hadir di dalam hati dan berdoa. Sepintas saya berdoa dalam hati, “Tuhan, tolong sembuhkan saya.” Sebuah lagu penyembahan dinyanyikan. Lagu-yang sangat menyentuh sayaitu disusul dengan senandung roh para suster. Tiba-tiba ada suster yang berkata, “Bagi kamu yang sakit di bagian kepala, letakkan tanganmu di kepalamu dan bayangkan Yesus menjamah dan menyembuhkanmu.” Saya yakin kalau kata-kata itu ditujukan kepada saya karena sesuai dengan apa yang saya alami.
Setelah acara selesai, saya menanyakan hal itu kepada suster. Suster meminta nomor HP saya dan berjanji akan mendoakan saya. Sepulang dari acara itu, ada hal baru yang saya rasakan. Meskipun sesampai di rumah, saya dimarahi oleh papa-mama, saya merasa ada hal lain yang menjiwai diri saya. Saya tidak ingin suasana doa itu hilang.
Suatu ketika sakit tumor otak saya kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga saya harus dirawat di rumah sakit. Hanya keluarga yang mengetahui bahwa saya masuk rumah sakit lagi. Saya sengaja tidak memberitahu teman-teman.
Saya sedang berada di ruang ICU dan menunggu saat-saat akan dioperasi. Dokter dan keluarga saya mengelilingi pembaringan saya. Sayup-sayup saya masih mendengar mama menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba HP di meja dekat pembaringan berbunyi. Papa dengan segera memberikan HP itu kepada saya. Ternyata seorang suster Putri Karmel yang menelpon dan mengajak saya mengikuti retret. Suster tidak tahu bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya mengatakan bahwa saya akan menjalani operasi. Suster terkejut, kemudian mengajak saya berdoa saat itu juga melalui HP. Awalnya saya kurang jelas mendengar doa-doanya, tetapi saya berusaha mengikutinya. Suster menyuruh saya membayangkan Tuhan Yesus menjamah saya. Saya menyerukan “Yesus.. Yesus…”. Tiba-tiba saya merasa ada yang menarik urat di kepala saya, dan bagian tulang rusuk serta urat kaki saya. Saya merasa nyaman/enak sekali. Beberapa saat kemudian saya mulai bangun perlahan-lahan, lalu duduk di tempat tidur, dan akhirnya berdiri. Dokter dan keluarga saya di situ hanya heran dan bingung melihat saya tiba-tiba sembuh. Bagian kepala saya terasa dingin, tidak seperti biasanya. Akhirnya rencana operasi ditunda dan malam itu juga saya minta pulang ke rumah.
Hari-hari selanjutnya saya sungguh merasakan perubahan dalam diri saya. Saya bisa mengikuti Misa Natal dan Tahun Baru 2007 tanpa beban dan sakit lagi. Ternyata Tuhan masih memerhatikan saya melalui suster-suster Putri Karmel. Tahun 2008 adalah saat terindah yang Tuhan berikan kepada saya karena saya bisa bergabung dengan teman-teman dalam KTM Muda-Mudi dan kelompok Caritas yang juga dibimbing oleh suster-suster Putri Karmel.
Tanggal 17 Januari 2008, sebelum saya diperiksa lagi oleh dokter, saya minta didoakan suster Putri Karmel. Dokter merasa heran dan sungguh tidak percaya karena saya sudah sembuh total. Dokter bertanya, ”Siapa yang menyembuhkan kamu?” Saya tersenyum dan menjawab, “Tuhan Yesus. Saya bersandar pada-Nya saja!” Setelah dijelaskan oleh papa, barulah dokter mengerti apa yang terjadi. Namun, dokter menyarankan untuk tetap periksa dua minggu sekali.
Hal yang menarik, bukan hanya karena saya sudah sembuh, tetapi seluruh hidup saya berubah. Teman-teman heran dan banyak bertanya-tanya melihat perubahan saya. Tidak seperti dulu, sekarang banyak waktu saya habiskan untuk berdoa, belajar, beristirahat, dan bersosialisasi. Setiap Sabtu malam saya mengikuti persekutuan doa di biara suster-suster Putri Karmel, hari Minggu sepulang dari gereja saya membantu para suster membimbing KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) anak-anak di biara lalu mengikuti pertemuan sel dengan teman-teman Caritas. Hari-hari saya jalani dengan penuh semangat dan sukacita. Hari libur saya pergunakan untuk membantu para suster mengatur taman dan menanam bunga di Pertapaan Wae Lengkas. Saya merasa suster-suster Putri Karmel menjadi bagian dari keluarga saya dan saya merasakan kasih serta dukungan doa mereka. Sampai ada suster bertanya, ”Tidak capaikah siang malam ke sini?”

Selasa, 16 September 2014


Kembali saya ingin memberikan kesaksian akan kuasa Yesus dalam hidup saya yang saya alami lewat retret bertajuk penyembuhan luka batin yang diadakan di Lembah Karmel Cikanyere pada tanggal 11-14 september 2014. Sebelumnya saya mengikuti retret awal dan kuasa Yesus yang saya alami pada retret tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya blog ini. Mengenai kesaksian saya yang terdahulu dapat anda baca disini. Sebelum saya berangkat retret PLB ( penyembuhan luka batin ) saya sempat berpikir peserta kali ini pasti lebih sedikit dari peserta retret awal, karena dulu saya sempat protes kepada Tuhan mengapa saya menjadi salah satu dari banyak orang yang dilahirkan dengan luka batin. Sesampainya di lembah Karmel protes saya kepada Tuhan langsung dijawab, disana saya melihat ratusan peserta yang memiliki luka batin bahkan ada yang jauh lebih dalam lukanya dibandingkan saya.

Pada malam adorasi pertama saat itu apa yang saya rasakan sangat berbeda dengan apa yang saya rasakan pada saat mengikuti retret awal. Saat retret awal setiap adorasi saya menangis karena penyesalan saya yang sudah amat jauh meninggalkan Yesus dan tidak percaya akan kasih kuasaNya yang selalu hadir dalam diri saya tapi saat adorasi PLB tangisan yang keluar dari diri saya adalah tangis yang berbeda yang di dalamnya merupakan tangis sukacita karena Yesus dengan segala kemurahanNya dan kesabaranNya tidak pernah lelah untuk mengangkat saya dan membangkitkan saya disaat saya terpuruk. Kasih kuasaNya sangat saya rasakan dan apa yang saya alami saat ini merupakan anugerah yang begitu berharga yang pernah saya dapatkan dalam perjalanan hidup saya yaitu anugerah cinta kasih Yesus dengan segala kelembutanNya.

Malam adorasi kedua disaat Sakramen Maha Kudus hadir di atas altar begitu banyak tangis yang saya dengar tangis yang begitu menyayat yang mencerminkan kesedihan yang amat sangat dalam. Saat itu saya hanya terdiam dan meneteskan air mata bahkan untuk bersuarapun saya seperti tidak bisa. Saat itu juga saya amat sangat bersyukur kepada Tuhan karena kasih kuasaNya mengalir diseluruh ruangan Kapel satu persatu Dia sentuh hati kami dan merangkul kami dalam persoalan hidup kami, Dia mengangkat segala luka batin kami. Betapa besar kasih kuasaNya dan kemuliaanNya. Kami manusia berdosa dan sering menyakitinya namun Yesus selalu memegang tangan kita dan merangkul hati kita yang terluka.

Di dalam sesi sesi selanjutnya ada sebuah sesi yang cukup panjang namun dibawakan dengan santai oleh suster Agatha. Sesi tersebut mengupas lebih dalam mengenai luka batin dan pada sesi ini saya menjadi lebih mengerti apa itu luka batin dan apa akibat dari luka tersebut dalam kepribadian sehari-hari saya. Luka yang amat berbahaya yang bisa menyebabkan kita jatuh lebih dalam ke arah dosa. Apa yang saya alami saat saya masih bayi yang tidak akan pernah saya ingat dan saya mengerti menjadi sebuah luka yang dalam yang membuat saya begitu emosional dan menganggap semua masalah dapat diselesaikan dengan sikap saya yang keras dan kasar.

Tibalah saat sesi berikutnya yaitu pertobatan dan doa penyembuhan luka batin. Sesi yang amat sangat penting karena di sesi ini saya merasa hati, jiwa dan pikiran saya dituntun untuk melakukan sebuah perjalanan hidup saya mulai dari bayi hingga saat ini. Yesus saat ini turun tangan untuk menuntun saya mengarungi lautan waktu dan tahun dan membawa saya ke masa bayi saya dimana saat saya bayi ibu saya sambil menggendong saya dan tidak memiliki uang saat itu melakukan perjalanan jauh ke sebuah kota untuk datang kepada ayah saya dengan harapan mendapatkan sedikit uang namun apa yang terjadi adalah ayah saya mengusir kami dan tidak mempersilahkan kami masuk ke rumahnya. Saya bayi kecil yang tidak mengerti apa apa saat itu, mengapa itu terjadi pada saya dan apa salah saya sebagai seorang bayi sehingga saya diusir oleh ayah sendiri. Kuasa Tuhan yang membawa saya menapaki perjalanan waktu sungguh nyata karena percayakah anda bilamana saat itu saya bisa mengingat bentuk rumah, warna rumah dan juga suasana sekeliling pada saat saya dan ibu saya diusir? mustahiul bukan?namun Kuasa Tuhan tidak ada yang mustahil dan apa yang saya lihat melalui batin saya saat itu dikatakan benar oleh ibu saya pada saat saya pulang dari retret. 

Bila bukan kuasa Tuhan tidak mungkin saya mampu melihat itu semua karena saat itu saya adalah bayi mungil yang hanya tertidur dan tidak mengerti apa apa. Lalu Tuhan membawa saya kepada saat dimana oma saya, tante dan juga om saya tidak menginginkan saya, berharap saya tidak pernah ada. Saya menangis teramat sedih. sakit, sangat sakit namun saya percaya tidak ada luka yang terlalu dalam untuk disembuhkan Yesus dan tidak ada kenangan yang terlalu buruk untuk dihapuskan Yesus. Saat itu kami dibimbing oleh suster dan frater untuk memberikan maaf bagi mereka semua yang menyakiti saya, yang tidak menginginkan saya dan saya memaafkan mereka semua dalam kasih Yesus. Siapakah kita manusia berdosa hingga kita tidak memaafkan orang lain, Yesus yang selalu kita sakiti dengan dosa kita selalu memaafkan kita.

Saya dibawa terus menelusuri perjalanan hidup saya hingga saat saya dewasa. Yesus membuka mata hati saya untuk melihat betapa akibat luka batin saya, saya telah menyakiti pasangan saya dan memberikan luka yang begitu dalam kepadanya. Penyesalan dan kesedihan yang saya rasakan saat itu karena saya menyakiti Yesus dengan menyakiti pasangan saya. Yesus membuka mata hati ini untuk melihat apa yang saya perbuat kepadanya dan saat ini saya hanya menggunakan waktu-waktu pribadi saya untuk "berbincang" kepada Tuhan agar Dia menunjukan saya jalan untuk menyembuhkan luka dari orang yang amat saya sayangi.

Setelah istirahat siang tibalah kami pada sesi yang amat sangat penting yaitu pembasuhan kaki. Pada sesi ini kami dihadapkan pada banyak figur dari berbagai umur baik wanita dan pria dan juga remaja. Figur-figur ini adalah anggota KTM (komunitas tritunggal mahakudus) yang memang telah lama aktif dalam pelayanan. Saat pembasuhan kaki saya mencari 3 figur penting yang berkaitan dengan apa yang mau saya ungkapkan baik memaafkan dan memohon maaf. Saya mencari figur ayah saya untuk saya maafkan, figur ibu saya untuk memohon ampun dan figur pasangan saya untuk menyampaikan penyesalan saya dan maaf saya. Betapa sulit saya lakukan pembasuhan kaki saat saya dihadapkan dengan figur ayah saya. Berat hati ini memaafkan walaupun sebenarnya hubungan saya dengan ayah saya sangat baik dan seakan-akan saya melupakan apa yang terjadi dulu. tapi saat luka ini diangkat begitu berat untuk memaafkan. Kuasa jahat akan selalu mencari celah ke dalam hati ini untuk tidak memberikan maaf tapi kuasa gelap manakah yang mampu berada dalam hati ini disaat Yesus bertahta di dalam hati kita. Saya membasuh kaki figur ayah tersebut dan mengatakan "saya mengampuni dan memaafkan papa". Berlanjut saya mencari figur ibu dan kembali saya melakukan pembasuhan kaki dan memohon ampun atas segala kesedihan dan sakit yang saya sebabkan selama hidupnya, betapa saya menjadi beban dalam usia mudanya dan saya bertumbuh sebagai anak yang menyakitinya.

Terakhir saya menjumpai figur pasangan saya dan saya membasuh kakinya dan mengatakan betapa saya menyesal atas apa yang saya berikan kepadanya, rasa sakit yang dalam dan kesedihan berkepanjangan. Saya menyakitinya dan melukai hatinya. Terima kasih Tuhan atas apa yang Kau berikan kepada hidup saya, Yesus memberikan saya kesempatan untuk belajar dari segala dosa dan kesalahan saya. Apa yang saya rasakan di tempat ini adalah kedekatan saya dengan Tuhan. Semua pertanyaan dalam hidup ini seketika Tuhan menjawab saya secara langsung melalui suara hati ini. Tuhan memberikan jawaban yang begitu indah dan menuntun saya untuk memperbaiki hidup ini. Terima kasih Tuhan, Kau sungguh besar.

Saat ini saya kembali keseharian saya seperti biasanya, namun yang berbeda adalah setiap hari, setiap pekerjaan dan setiap langkah yang saya buat selalu saya bawa Tuhan dalam hati ini. Akan begitu banyak godaan pada saat kita ingin kembali kepada Tuhan namun saya yakin Tuhan tidak akan meninggalkan saya. Sukacita yang saat ini saya rasakan adalah benar berasal dari Tuhan dimana kebahagiaan yang saya rasakan saat ini jauh lebih besar dibandingkan kebahagiaan yang saya rasakan saat menghadiri pesta pora di kehidupan saya terdahulu dan saya tidak akan rela untuk kehilangan kebahagiaan ini. Terima kasih saya ucapkan untuk para suster dan frater khususnya kepada frater Dion yang selalu mendokan saya dan memberikan bimbingan kepada saya. Terima kasih Tuhan....terima kasih Tuhan....Kau sungguh besar dan perbuatanMu ajaib. Amin

Senin, 08 September 2014


Saya ingin memberikan kesaksian tentang apa yang saya alami dalam retret di Canberra tanggal 24-27 April 2003. bersama Rm. Yohanes. Pada tanggal 25 April 2003, kami semua bersama berdoa, menyembah dan memuji Tuhan. Sepanjang siang, dalam doa saya, Tuhan selalu hadir dengan luka di lambung yang masih mengalirkan darah segar. Seperti Dia bangkit, berada di atas langit. Rasanya diriku berada dalam kemenangan.
Sebelumnya, salib yang saya pikul berat sekali. Saya hampir mengalami kelumpuhan badan ketika sebelum mengikuti retret. Pada tanggal 26 April 2003, kami berdoa bersama, memuji dan menyembah Tuhan. Pada sore harinya ada pertobatan dan adorasi. Pada saat adorasi saya merintih, mengerang dan berteriak kesakitan, rasanya  di bagian perut atasku sakit sekali. Pada saat itu juga ada pembasuhan kaki. Saya katakan kepada Roh Kudus bahwa saya mau mengampuni orang yang melukaiku dengan membasuh kaki mereka, dan mengampuni mereka dengan penuh kasih.
Pada tanggal 27 April 2003, saya ikut misa. Sewaktu misa saya merasa haus sekali. Meskipun sudah minum air yang kubawa sampai habis, namun rasa hausku tetap tidak hilang. Kemudian saya berdoa, Tuhan, datanglah ke dalam hidupku, saya sangat membutuhkan-Mu. Dan saat itu juga, air yang begitu dingin masuk ke dalam mulut, tenggorokan dan dadaku, segarnya luar biasa. Tidak dapat lagi saya ungkapkan dengan kata-kata. Waktu saya membuka mata, saya melihat sinar pagi yang begitu indah, lembut dan terang masuk kedalam diriku.
Saya mengucapkan kata-kata, “Tuhan Yesus, saya berterima kasih kepada-Mu karena Engkau telah memberiku air yang begitu dingin sehingga menyegarkan jiwa ragaku. Pada saat itu juga saya merasakan adanya aliran listrik yang lembut masuk kedalam tubuhku dan pada waktu itu lewat Rm. Yohanes yang mengatakan Tuhan Yesus telah menyembuhkan pinggul, kaki, punggung siapa yang merasa sakit. Dan juga telinga sebelah kanan, dan sakit kepala migren yang saya alami hampir kurang lebih 18 tahun telah disembuhkan. Dan saya telah sembuh sampai hari ini.
Saya berdoa untuk Rm. Yohanes, romo-romo lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu dan juga para suster, dan para panitia yang penuh pengabdian mengikuti jalan Tuhan Yesus Kristus, semoga dilimpahi rahmat, berkat dan kerajaan surgawi, bersama Allah Tritunggal Maha Kudus. Amin.
Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/49-yesus-menyembuhkan-luka-batin-a-sakit-fisikku

JESUS FOLLOWERS

Entri Populer

Dalam setiap problema kehidupan seringkali kita menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi dalam hidup kita, seringkali kita berpaling daripada-Nya.
Namun pernakah kita sadari betapa besar kerinduan Tuhan terhadap kita untuk kembali mendengar suara kita dalam doa untuk berharap kepada-Nya
Tangan Tuhan tidak pernah melepaskan kita

-Benedictus Anto Kurniawan. S.Sn.,M.Ds-





KIRIM ARTIKEL


Nama :

Alamat:

Email: