Sabtu, 20 September 2014



Tuhan kita sungguh luar biasa. Ia adalah Penyembuh dan Penolong kita. Seperti yang dikatakan dalam Injil, “Tidak ada yang mustahil bagi Allah” asalkan kita percaya kepada-Nya. Tuhan mampu menolong dan membantu kita dalam segala kesesakan kita. Seperti yang dialami oleh umat yang dikasihi-Nya, di mana mereka mengalami secara nyata kasih dan kebaikan Tuhan.
“Panas suhu puteriku semakin tinggi,” demikianlah ibu Laura Djatnica mengawali kesaksiannya. Segala usaha medis telah saya lakukan demi kesembuhannya. Tidak hanya itu, saya berdoa dengan berbagai macam metode doa penyembuhan yang saya ketahui, yaitu melalui ayat-ayat Kitab Suci, dengan mengusir demam dalam nama Yesus. Akan tetapi, segala doa yang saya panjatkan kepada Tuhan tidak membawa pengaruh apa-apa untuk kesembuhan anakku. Akhirnya, dokter memutuskan agar anakku dibawa ke rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan darah, ternyata anakku terkena demam berdarah.
Di rumah sakit, anak saya telah menghabiskan tujuh botol infus, tetapi ternyata trombositnya tidak mengalami kenaikan seperti yang diharapkan. Trombositnya masih berada di bawah normal. Pada infus terakhir yaitu ke delapan, suster (perawat) mengatakan kepada saya: “Ibu, ini infus yang terakhir yang dapat kami berikan, bagaimana kalau trombositnya masih di bawah normal? Padahal seharusnya, trombositnya mengalami kenaikan.”  Ketika hal itu dikatakan kepadaku, saya tidak tahu harus berbuat apa, jika secara medis telah diusahakan untuk menormalkan trombosit anakku, hal itu ternyata tidak banyak menolong.
Tetapi saya tidak putus asa. Pada malam itu, sambil duduk di samping pembaringan anakku, saya berseru kepada Tuhan: “Tuhan segala usaha telah kami lakukan tetapi semuanya itu sia-sia. Sekarang ajarilah saya bagaimana seharusnya berdoa.” Saat itu juga, saya mendengar Tuhan berkata: “Lihat dan katakanlah kepada setiap tetes infus yang jatuh dan masuk ke dalam selang, dalam nama Yesus biarlah tetesan infus ini berubah menjadi darah Yesus yang menyembuhkan.” Saya imani hal itu dan semalam-malaman saya melakukan seperti yang diajarkan Tuhan. Saya percaya bahwa akan terjadi penyembuhan pada anakku.
Menjelang pagi hari maka habislah isi botol infus itu. Pada pukul 06.00, seorang perawat kembali mengambil darah anakku untuk diperiksa. Pada pukul 09.00 pagi, dokter seperti biasanya datang untuk memeriksa keadaan anakku. Tanpa disangka, dokter yang memeriksa anakku mengatakan: “Saat ini juga, anak ibu bisa pulang karena trombositnya sudah naik.” Saat itu, saya bersyukur kepada Tuhan. Ingin rasanya saya melompat karena sukacita. Sungguh benar apa yang difirmankan Tuhan, “… Roh membantu kita dalam kelemahan kita, sebab kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm. 8:26). Saya bersyukur karena kuasa Darah-Nya telah menyembuhkan anakku. Terpujilah Allah Bapa yang telah memberikan kepada kita Putra-Nya bagi kita semua. Amin.



Salam dalam Kasih Kristus,
Dalam kesaksian ini kami Pasutri Fajar dan Yayuk ingin mengungkapkan kasih Kristus dalam kehidupan rumah tangga kami. Kami menyadari akan kasih Kristus berawal pada saat kami mengikuti Misa dan doa Penyembuhan bersama Romo Yohanes Indrakusuma, O.Carm di Gereja St. Yakobus Kelapa Gading Jakarta 1990. Saat itu saya (Fajar) merasa terpaksa mengikuti Misa tersebut atas permintaan istri saya walaupun kehendak hati saya menolak. Satu setengah jam sebelum Misa istri saya masih lupa jikalau hari itu ada Misa dan doa penyembuhan. Di dalam hati saya saat itu muncul rasa senang, mudah-mudahan dia lupa. Akan tetapi, ternyata satu jam sebelum perayaan Ekaristi dia ingat juga. Maka kami pun berangkat ke Gereja meskipun saya merasa terpaksa.
Sesampainya di Gereja umat telah mulai memenuhi tempat yang ada. Istri saya mendapat tempat duduk di dalam Gereja karena saat itu dia juga menggendong bayi kami yang masi kecil sedang saya saat itu mengikuti Misa dengan ngumpet di kamar pengakuan dosa. Misa berlangsung sangat sakral dan saat doa-doa penyembuhan ternyata anak saya disebut dalam sabda pengetahuan “Saat ini ada seorang anak (bayi) yang sedang berada dalam pangkuan ibunya mengalami sakit mata. Tuhan saat ini menjamah dan menyembuhkannya.” Saya dengar sayup-sayup perkataan itu tetapi tidak saya gubris. Ternyata, pada kenyataannya setelah beberapa hari kemudian bisul (timbilen dalam bahasa jawa) yang hampir selalu menyerang mata kanan, kiri yang atas atau bawah secara bergantian atau berbarengan kok sembuh.
Peristiwa ini menimbulkan sukacita yang luar biasa di dalam hati saya. Saya pun mulai menceriterakan kejadian itu kepada teman-teman, saudara dan kawan-kawan saya. Ternyata seorang teman saya teringat saat itu memang ia mendengar sabda pengetahuan itu dan melirik ke putra kami. Namun, ada juga teman yang berkata “Eh, kamu kan juga obati dia. Siapa tahu anakmu sembuh karena obat, bukan jamahan Tuhan.” Nah, inilah yang membuat saya mulai bimbang sebab yang berkata begitu seorang yang sangat saya hormati di Gereja, sehingga saya ragu-ragu dan mulai melupakan mujizat tersebut.
Sekarang putra kami hampir berusia 15 tahun dan matanya tidak pernah sakit lagi mulai saat itu. Yang ada sekarang hanya tinggal bekasnya saja.Tahun 1992 kami membeli Villa di puncak dan ketika ada kesempatan, saya mengikuti Misa di Cikanyere. Saya senang dengan ketenangan dan suasana Misanya tetapi saya masih tidak mau menerima cara tepuk tangan, angkat tangan, dan semacamnya. Saya ikut Misa menurut cara saya sendiri. Saya lupa bahwa saya pernah diberi mujizat, kehidupan sehari-hari berjalan biasa sampai sekarang.
Dua minggu sebelum diadakan Retret Awal di Lembah Karmel tanggal 8-11 Mei 2003 secara iseng saya meminta adik ipar saya untuk mendaftarkan kami. Dalam hati saya paling juga penuh dan itu pun tanpa persetujuan istri, ternyata ditanggapi serius olehnya. Saya tidak menyangka retret ini membuat batin kami mengalami suatu suka cita dan makin mendekatkan diri kepada Tuhan juga menguatkan serta menambahkan iman kami yang tidak lama berselang akan menerima berita buruk.
Di awal bulan Juni saya memeriksakan kandungan istri saya ke Dokter USG biarpun sampai saat itu tidak ada keluhan sama sekali dari dirinya, jadi hanya kontrol saja. Tidak terduga ternyata hasilnya cukup mengagetkan kami berdua, yaitu ada kista dalam kandungannya sebesar 45 x 36 x 35 mm. Namun, kami tetap kuat, tabah, dan percaya bahwa suatu saat Tuhan akan menyembuhkan istri saya. Setiap hari istri saya selalu berdoa Rosario sambil memohon penyembuhan sebab kata dokter kebidanan jangan dioperasi cukup dipantau saja dulu.
Tanggal 21-24 Agustus 2003 kami mengikuti Retret Penyembuhan Batin di Lembah Karmel. Juga dalam acara retret ini ada suatu pengalaman menarik yang tidak akan saya lupakan. Saat acara pembasuhan kaki, istri saya secara sepontan dan dengan iman membisikkan kepada saya “Pa, kesalahanmu kuampuni.” Tidak kukira ia mengatakan kata yang demikian kepadaku dan saat itu saya hanya bengong mendengarnya, tetapi kurasakan ada suatu sukacita seperti mengguyuriku sampai saat istri membisikiku lagi, “Pa, kok kamu diam saja?” Saya baru sadar, saya juga melakukan hal yang sama kepadanya, menyampaikan bahwa saya memaafkan dia dan kemudian tersenyum serta mengucapkan terima kasih kepadanya.
Keesokan harinya di Lembah Karmel juga diadakan Misa Penyembuhan. Di saat doa-doa penyembuhan dilakukan, saya mendengar bahwa ada seorang Frater dengan sabda pengetahuannya mengatakan, “Ada seorang ibu yang mempunyai kista dalam kandungannya dan saat ini Tuhan sedang menyembuhkannya. Sepulang dari sini harap kembali ke dokter Anda untuk dapat memberikan peneguhan atas penyembuhan ini.” Dan saat itu kami semakin khusuk berdoa moga-moga benar apa yang dikatakan dan istri saya jadi sembuh. Keesokannya saya belum bisa ke dokter yang prakteknya di Bandung karena saya masih harus ke Yogya dahulu mengantar putera saya yang saya ceritrakan di atas untuk bertanding tennis yang merupakan hobbinya. Sepulang dari Yogya tanggal 13 September saya mengajak istri saya ke Bandung untuk menemui Dokter USG. Ternyata sungguh Tuhan telah menyatakan kasihnya kepada istri saya, karena kista di dalam kandungannya telah hilang. Kami malam itu pulang ke puncak, sepanjang jalan kami hanya dapat bersyukur dan bersyukur, berdoa dan memuji nama Tuhan, atas rahmat dan kasihnya yang Ia nyatakan ke atas keluarga kami sehingga rumahtangga kami makin mantap dan makin mau menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Sebelum saya mengalami jamahan Tuhan, dalam berkarya dan dalam kegiatan kemasyarakatan biarpun itu untuk kegiatan sosial, bagi saya semuanya itu hanya semu belaka. Akan tetapi, dua tahun terakhir ini saya mulai ikut berkarya dalam Tuhan di lingkungan Gereja. Saya sungguh merasa ada sesuatu yang lain dan menyenangkan. Terlebih lagi ketika saya kembali mengikuti Misa di Cikanyere saya sudah bisa masuk dengan seluruh diriku untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan bertepuk tangan, mengangkat tangan untuk memuji, menyembah dan bersujud di bawah Sakramen Maha kudus. Semua itu menjadi terasa ringan dan sangat menyenangkan.

Saya seorang remaja berusia 17 tahun dan masih sekolah di SMUN 2 Ruteng, Manggarai, NTT. Selama tiga tahun saya menderita tumor otak. Sebelum terkena penyakit ini, saya dikenal sebagai orang yang cuek ’(tidak peduli), baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Saya terlalu serius menjalani hidup, sehingga teman-teman sekolah menjuluki saya “si kutu buku”. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum, sehingga hidup doa pun saya lupakan, bahkan saya sering tidak menghadiri Misa hari Minggu. Saya merasa bahwa saya harus membahagiakan papa-mama, para guru, dan teman-teman. Prestasi belajar saya yang sangat baik membuat saya sering dipercaya menjadi utusan dalam berbagai perlombaan, untuk mewakili sekolah, kabupaten, propinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.
Ketika saya mengikuti Olimpiade MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di tingkat propinsi, saya merasa pusing luar biasa. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa saya mengidap penyakit tumor otak. Saya hampir tidak bisa mempercayai hal ini. Sejak saat itu saya berubah total. Hari ke hari perasaan cemas dan takut merasuki diri saya. Orang-orang yang mengenal saya tidak menyangka kalau saya menderita penyakit ini. Kebahagiaan keluarga pun ikut terpengaruh. Berbagai usaha papa lakukan untuk kesembuhan saya, baik ke dokter maupun ke dukun-dukun. Akan tetapi selama dua tahun usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil.
Saya hanya bisa pasrah. Sekolah tidak saya pikirkan lagi. Hari-hari saya lalui dengan berbaring saja di tempat tidur. Suatu hari, ketika saya menangis sendirian, tiba-tiba HP saya berbunyi. Ada pesan masuk: “Fred, bisa temani aku? Kapan saja.” Uh, kata-kata ini membuat saya semakin kesal. Akan tetapi, entah kenapa, saya beranikan diri untuk kabur dari rumah dan menemui teman saya itu. Dia mengajak saya untuk mengikuti persekutuan doa di biara Suster Putri Karmel. Karena waktu itu saya belum mengetahui apa-apa tentang pencurahan Roh Kudus maupun tentang Suster Putri Karmel, maka saya menolaknya dengan alasan sibuk. Saya tidak berani mengatakan kepadanya bahwa saya sakit.
Beberapa minggu kemudian dia mengajak saya lagi untuk mengikuti persekutuan doa. Kali ini saya menerima ajakannya karena saya tak mau mengecewakan dia lagi. Sewaktu acara berlangsung, saya bingung, kenapa ada suster-suster dan ada banyak sekali anak sekolah yang datang, namun saya senang sekali dengan lagu-lagu pujian yang dinyanyikan. Semua tampak gembira, bertepuk tangan sambil menari-nari dan menyanyi. Saya merasa terhibur di tempat itu. Setelah itu suasana hening menyelimuti tempat itu, seolah-olah tak ada orang. Suster meminta kami menyadari Tuhan Yesus yang hadir di dalam hati dan berdoa. Sepintas saya berdoa dalam hati, “Tuhan, tolong sembuhkan saya.” Sebuah lagu penyembahan dinyanyikan. Lagu-yang sangat menyentuh sayaitu disusul dengan senandung roh para suster. Tiba-tiba ada suster yang berkata, “Bagi kamu yang sakit di bagian kepala, letakkan tanganmu di kepalamu dan bayangkan Yesus menjamah dan menyembuhkanmu.” Saya yakin kalau kata-kata itu ditujukan kepada saya karena sesuai dengan apa yang saya alami.
Setelah acara selesai, saya menanyakan hal itu kepada suster. Suster meminta nomor HP saya dan berjanji akan mendoakan saya. Sepulang dari acara itu, ada hal baru yang saya rasakan. Meskipun sesampai di rumah, saya dimarahi oleh papa-mama, saya merasa ada hal lain yang menjiwai diri saya. Saya tidak ingin suasana doa itu hilang.
Suatu ketika sakit tumor otak saya kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga saya harus dirawat di rumah sakit. Hanya keluarga yang mengetahui bahwa saya masuk rumah sakit lagi. Saya sengaja tidak memberitahu teman-teman.
Saya sedang berada di ruang ICU dan menunggu saat-saat akan dioperasi. Dokter dan keluarga saya mengelilingi pembaringan saya. Sayup-sayup saya masih mendengar mama menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba HP di meja dekat pembaringan berbunyi. Papa dengan segera memberikan HP itu kepada saya. Ternyata seorang suster Putri Karmel yang menelpon dan mengajak saya mengikuti retret. Suster tidak tahu bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya mengatakan bahwa saya akan menjalani operasi. Suster terkejut, kemudian mengajak saya berdoa saat itu juga melalui HP. Awalnya saya kurang jelas mendengar doa-doanya, tetapi saya berusaha mengikutinya. Suster menyuruh saya membayangkan Tuhan Yesus menjamah saya. Saya menyerukan “Yesus.. Yesus…”. Tiba-tiba saya merasa ada yang menarik urat di kepala saya, dan bagian tulang rusuk serta urat kaki saya. Saya merasa nyaman/enak sekali. Beberapa saat kemudian saya mulai bangun perlahan-lahan, lalu duduk di tempat tidur, dan akhirnya berdiri. Dokter dan keluarga saya di situ hanya heran dan bingung melihat saya tiba-tiba sembuh. Bagian kepala saya terasa dingin, tidak seperti biasanya. Akhirnya rencana operasi ditunda dan malam itu juga saya minta pulang ke rumah.
Hari-hari selanjutnya saya sungguh merasakan perubahan dalam diri saya. Saya bisa mengikuti Misa Natal dan Tahun Baru 2007 tanpa beban dan sakit lagi. Ternyata Tuhan masih memerhatikan saya melalui suster-suster Putri Karmel. Tahun 2008 adalah saat terindah yang Tuhan berikan kepada saya karena saya bisa bergabung dengan teman-teman dalam KTM Muda-Mudi dan kelompok Caritas yang juga dibimbing oleh suster-suster Putri Karmel.
Tanggal 17 Januari 2008, sebelum saya diperiksa lagi oleh dokter, saya minta didoakan suster Putri Karmel. Dokter merasa heran dan sungguh tidak percaya karena saya sudah sembuh total. Dokter bertanya, ”Siapa yang menyembuhkan kamu?” Saya tersenyum dan menjawab, “Tuhan Yesus. Saya bersandar pada-Nya saja!” Setelah dijelaskan oleh papa, barulah dokter mengerti apa yang terjadi. Namun, dokter menyarankan untuk tetap periksa dua minggu sekali.
Hal yang menarik, bukan hanya karena saya sudah sembuh, tetapi seluruh hidup saya berubah. Teman-teman heran dan banyak bertanya-tanya melihat perubahan saya. Tidak seperti dulu, sekarang banyak waktu saya habiskan untuk berdoa, belajar, beristirahat, dan bersosialisasi. Setiap Sabtu malam saya mengikuti persekutuan doa di biara suster-suster Putri Karmel, hari Minggu sepulang dari gereja saya membantu para suster membimbing KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) anak-anak di biara lalu mengikuti pertemuan sel dengan teman-teman Caritas. Hari-hari saya jalani dengan penuh semangat dan sukacita. Hari libur saya pergunakan untuk membantu para suster mengatur taman dan menanam bunga di Pertapaan Wae Lengkas. Saya merasa suster-suster Putri Karmel menjadi bagian dari keluarga saya dan saya merasakan kasih serta dukungan doa mereka. Sampai ada suster bertanya, ”Tidak capaikah siang malam ke sini?”

Selasa, 16 September 2014


Kembali saya ingin memberikan kesaksian akan kuasa Yesus dalam hidup saya yang saya alami lewat retret bertajuk penyembuhan luka batin yang diadakan di Lembah Karmel Cikanyere pada tanggal 11-14 september 2014. Sebelumnya saya mengikuti retret awal dan kuasa Yesus yang saya alami pada retret tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya blog ini. Mengenai kesaksian saya yang terdahulu dapat anda baca disini. Sebelum saya berangkat retret PLB ( penyembuhan luka batin ) saya sempat berpikir peserta kali ini pasti lebih sedikit dari peserta retret awal, karena dulu saya sempat protes kepada Tuhan mengapa saya menjadi salah satu dari banyak orang yang dilahirkan dengan luka batin. Sesampainya di lembah Karmel protes saya kepada Tuhan langsung dijawab, disana saya melihat ratusan peserta yang memiliki luka batin bahkan ada yang jauh lebih dalam lukanya dibandingkan saya.

Pada malam adorasi pertama saat itu apa yang saya rasakan sangat berbeda dengan apa yang saya rasakan pada saat mengikuti retret awal. Saat retret awal setiap adorasi saya menangis karena penyesalan saya yang sudah amat jauh meninggalkan Yesus dan tidak percaya akan kasih kuasaNya yang selalu hadir dalam diri saya tapi saat adorasi PLB tangisan yang keluar dari diri saya adalah tangis yang berbeda yang di dalamnya merupakan tangis sukacita karena Yesus dengan segala kemurahanNya dan kesabaranNya tidak pernah lelah untuk mengangkat saya dan membangkitkan saya disaat saya terpuruk. Kasih kuasaNya sangat saya rasakan dan apa yang saya alami saat ini merupakan anugerah yang begitu berharga yang pernah saya dapatkan dalam perjalanan hidup saya yaitu anugerah cinta kasih Yesus dengan segala kelembutanNya.

Malam adorasi kedua disaat Sakramen Maha Kudus hadir di atas altar begitu banyak tangis yang saya dengar tangis yang begitu menyayat yang mencerminkan kesedihan yang amat sangat dalam. Saat itu saya hanya terdiam dan meneteskan air mata bahkan untuk bersuarapun saya seperti tidak bisa. Saat itu juga saya amat sangat bersyukur kepada Tuhan karena kasih kuasaNya mengalir diseluruh ruangan Kapel satu persatu Dia sentuh hati kami dan merangkul kami dalam persoalan hidup kami, Dia mengangkat segala luka batin kami. Betapa besar kasih kuasaNya dan kemuliaanNya. Kami manusia berdosa dan sering menyakitinya namun Yesus selalu memegang tangan kita dan merangkul hati kita yang terluka.

Di dalam sesi sesi selanjutnya ada sebuah sesi yang cukup panjang namun dibawakan dengan santai oleh suster Agatha. Sesi tersebut mengupas lebih dalam mengenai luka batin dan pada sesi ini saya menjadi lebih mengerti apa itu luka batin dan apa akibat dari luka tersebut dalam kepribadian sehari-hari saya. Luka yang amat berbahaya yang bisa menyebabkan kita jatuh lebih dalam ke arah dosa. Apa yang saya alami saat saya masih bayi yang tidak akan pernah saya ingat dan saya mengerti menjadi sebuah luka yang dalam yang membuat saya begitu emosional dan menganggap semua masalah dapat diselesaikan dengan sikap saya yang keras dan kasar.

Tibalah saat sesi berikutnya yaitu pertobatan dan doa penyembuhan luka batin. Sesi yang amat sangat penting karena di sesi ini saya merasa hati, jiwa dan pikiran saya dituntun untuk melakukan sebuah perjalanan hidup saya mulai dari bayi hingga saat ini. Yesus saat ini turun tangan untuk menuntun saya mengarungi lautan waktu dan tahun dan membawa saya ke masa bayi saya dimana saat saya bayi ibu saya sambil menggendong saya dan tidak memiliki uang saat itu melakukan perjalanan jauh ke sebuah kota untuk datang kepada ayah saya dengan harapan mendapatkan sedikit uang namun apa yang terjadi adalah ayah saya mengusir kami dan tidak mempersilahkan kami masuk ke rumahnya. Saya bayi kecil yang tidak mengerti apa apa saat itu, mengapa itu terjadi pada saya dan apa salah saya sebagai seorang bayi sehingga saya diusir oleh ayah sendiri. Kuasa Tuhan yang membawa saya menapaki perjalanan waktu sungguh nyata karena percayakah anda bilamana saat itu saya bisa mengingat bentuk rumah, warna rumah dan juga suasana sekeliling pada saat saya dan ibu saya diusir? mustahiul bukan?namun Kuasa Tuhan tidak ada yang mustahil dan apa yang saya lihat melalui batin saya saat itu dikatakan benar oleh ibu saya pada saat saya pulang dari retret. 

Bila bukan kuasa Tuhan tidak mungkin saya mampu melihat itu semua karena saat itu saya adalah bayi mungil yang hanya tertidur dan tidak mengerti apa apa. Lalu Tuhan membawa saya kepada saat dimana oma saya, tante dan juga om saya tidak menginginkan saya, berharap saya tidak pernah ada. Saya menangis teramat sedih. sakit, sangat sakit namun saya percaya tidak ada luka yang terlalu dalam untuk disembuhkan Yesus dan tidak ada kenangan yang terlalu buruk untuk dihapuskan Yesus. Saat itu kami dibimbing oleh suster dan frater untuk memberikan maaf bagi mereka semua yang menyakiti saya, yang tidak menginginkan saya dan saya memaafkan mereka semua dalam kasih Yesus. Siapakah kita manusia berdosa hingga kita tidak memaafkan orang lain, Yesus yang selalu kita sakiti dengan dosa kita selalu memaafkan kita.

Saya dibawa terus menelusuri perjalanan hidup saya hingga saat saya dewasa. Yesus membuka mata hati saya untuk melihat betapa akibat luka batin saya, saya telah menyakiti pasangan saya dan memberikan luka yang begitu dalam kepadanya. Penyesalan dan kesedihan yang saya rasakan saat itu karena saya menyakiti Yesus dengan menyakiti pasangan saya. Yesus membuka mata hati ini untuk melihat apa yang saya perbuat kepadanya dan saat ini saya hanya menggunakan waktu-waktu pribadi saya untuk "berbincang" kepada Tuhan agar Dia menunjukan saya jalan untuk menyembuhkan luka dari orang yang amat saya sayangi.

Setelah istirahat siang tibalah kami pada sesi yang amat sangat penting yaitu pembasuhan kaki. Pada sesi ini kami dihadapkan pada banyak figur dari berbagai umur baik wanita dan pria dan juga remaja. Figur-figur ini adalah anggota KTM (komunitas tritunggal mahakudus) yang memang telah lama aktif dalam pelayanan. Saat pembasuhan kaki saya mencari 3 figur penting yang berkaitan dengan apa yang mau saya ungkapkan baik memaafkan dan memohon maaf. Saya mencari figur ayah saya untuk saya maafkan, figur ibu saya untuk memohon ampun dan figur pasangan saya untuk menyampaikan penyesalan saya dan maaf saya. Betapa sulit saya lakukan pembasuhan kaki saat saya dihadapkan dengan figur ayah saya. Berat hati ini memaafkan walaupun sebenarnya hubungan saya dengan ayah saya sangat baik dan seakan-akan saya melupakan apa yang terjadi dulu. tapi saat luka ini diangkat begitu berat untuk memaafkan. Kuasa jahat akan selalu mencari celah ke dalam hati ini untuk tidak memberikan maaf tapi kuasa gelap manakah yang mampu berada dalam hati ini disaat Yesus bertahta di dalam hati kita. Saya membasuh kaki figur ayah tersebut dan mengatakan "saya mengampuni dan memaafkan papa". Berlanjut saya mencari figur ibu dan kembali saya melakukan pembasuhan kaki dan memohon ampun atas segala kesedihan dan sakit yang saya sebabkan selama hidupnya, betapa saya menjadi beban dalam usia mudanya dan saya bertumbuh sebagai anak yang menyakitinya.

Terakhir saya menjumpai figur pasangan saya dan saya membasuh kakinya dan mengatakan betapa saya menyesal atas apa yang saya berikan kepadanya, rasa sakit yang dalam dan kesedihan berkepanjangan. Saya menyakitinya dan melukai hatinya. Terima kasih Tuhan atas apa yang Kau berikan kepada hidup saya, Yesus memberikan saya kesempatan untuk belajar dari segala dosa dan kesalahan saya. Apa yang saya rasakan di tempat ini adalah kedekatan saya dengan Tuhan. Semua pertanyaan dalam hidup ini seketika Tuhan menjawab saya secara langsung melalui suara hati ini. Tuhan memberikan jawaban yang begitu indah dan menuntun saya untuk memperbaiki hidup ini. Terima kasih Tuhan, Kau sungguh besar.

Saat ini saya kembali keseharian saya seperti biasanya, namun yang berbeda adalah setiap hari, setiap pekerjaan dan setiap langkah yang saya buat selalu saya bawa Tuhan dalam hati ini. Akan begitu banyak godaan pada saat kita ingin kembali kepada Tuhan namun saya yakin Tuhan tidak akan meninggalkan saya. Sukacita yang saat ini saya rasakan adalah benar berasal dari Tuhan dimana kebahagiaan yang saya rasakan saat ini jauh lebih besar dibandingkan kebahagiaan yang saya rasakan saat menghadiri pesta pora di kehidupan saya terdahulu dan saya tidak akan rela untuk kehilangan kebahagiaan ini. Terima kasih saya ucapkan untuk para suster dan frater khususnya kepada frater Dion yang selalu mendokan saya dan memberikan bimbingan kepada saya. Terima kasih Tuhan....terima kasih Tuhan....Kau sungguh besar dan perbuatanMu ajaib. Amin

Senin, 08 September 2014


Saya ingin memberikan kesaksian tentang apa yang saya alami dalam retret di Canberra tanggal 24-27 April 2003. bersama Rm. Yohanes. Pada tanggal 25 April 2003, kami semua bersama berdoa, menyembah dan memuji Tuhan. Sepanjang siang, dalam doa saya, Tuhan selalu hadir dengan luka di lambung yang masih mengalirkan darah segar. Seperti Dia bangkit, berada di atas langit. Rasanya diriku berada dalam kemenangan.
Sebelumnya, salib yang saya pikul berat sekali. Saya hampir mengalami kelumpuhan badan ketika sebelum mengikuti retret. Pada tanggal 26 April 2003, kami berdoa bersama, memuji dan menyembah Tuhan. Pada sore harinya ada pertobatan dan adorasi. Pada saat adorasi saya merintih, mengerang dan berteriak kesakitan, rasanya  di bagian perut atasku sakit sekali. Pada saat itu juga ada pembasuhan kaki. Saya katakan kepada Roh Kudus bahwa saya mau mengampuni orang yang melukaiku dengan membasuh kaki mereka, dan mengampuni mereka dengan penuh kasih.
Pada tanggal 27 April 2003, saya ikut misa. Sewaktu misa saya merasa haus sekali. Meskipun sudah minum air yang kubawa sampai habis, namun rasa hausku tetap tidak hilang. Kemudian saya berdoa, Tuhan, datanglah ke dalam hidupku, saya sangat membutuhkan-Mu. Dan saat itu juga, air yang begitu dingin masuk ke dalam mulut, tenggorokan dan dadaku, segarnya luar biasa. Tidak dapat lagi saya ungkapkan dengan kata-kata. Waktu saya membuka mata, saya melihat sinar pagi yang begitu indah, lembut dan terang masuk kedalam diriku.
Saya mengucapkan kata-kata, “Tuhan Yesus, saya berterima kasih kepada-Mu karena Engkau telah memberiku air yang begitu dingin sehingga menyegarkan jiwa ragaku. Pada saat itu juga saya merasakan adanya aliran listrik yang lembut masuk kedalam tubuhku dan pada waktu itu lewat Rm. Yohanes yang mengatakan Tuhan Yesus telah menyembuhkan pinggul, kaki, punggung siapa yang merasa sakit. Dan juga telinga sebelah kanan, dan sakit kepala migren yang saya alami hampir kurang lebih 18 tahun telah disembuhkan. Dan saya telah sembuh sampai hari ini.
Saya berdoa untuk Rm. Yohanes, romo-romo lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu dan juga para suster, dan para panitia yang penuh pengabdian mengikuti jalan Tuhan Yesus Kristus, semoga dilimpahi rahmat, berkat dan kerajaan surgawi, bersama Allah Tritunggal Maha Kudus. Amin.
Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/49-yesus-menyembuhkan-luka-batin-a-sakit-fisikku



Pada tanggal 27 - 30 Oktober 2011 saya mengikuti Retret Penyembuhan Batin di Lembah Karmel, meskipun saya sudah memberikan kesaksian di akhir retret, saya ingin sekali memberikan kesaksian secara lengkap selama saya mengikuti retret tersebut. 

Hari Pertama (Kamis, 27 Oktober 2011)
Saya tiba di Lembah Karmel pada pagi hari dan acara retret baru dimulai sore harinya. Acara dimulai dengan retret dan diakhiri dengan adorasi pada malam hari. Ketika saya mengikuti adorasi saya terdorong untuk mendoakan almarhum ayah saya. Dia seorang penganut agama Budha, dia telah meninggal dunia pada tahun 2002 dan tanggal 24 Oktober 2011 merupakan hari ulang tahunnya. Dalam adorasi, saya merasa mendapatkan kekuatan dari Tuhan Yesus dan Tuhan Yesus memberikan peneguhan kepada saya bahwa Allah telah memberikan keselamatan dan kebahagiaan abadi kepada beliau. Saya merasa damai dan sukacita dan saya bersyukur dan bersyukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria. 

Hari Kedua (Jumat, 28 Oktober 2011)
Pada hari kedua sesudah makan siang saya menyempatkan diri untuk konseling dengan seorang frater CSE dan dalam konseling itu saya mendapatkan beberapa hal yang berguna dalam kehidupan iman saya, yaitu 1) saya selalu bersyukur dan bersyukur atas kasih-Nya kepada saya, 2) untuk selalu menyerukan nama Yesus sebab “barang siapa yang menyerukan nama Yesus akan diselamatkan” (bdk. Kis 2:21), 3) menjadikan Yesus sebagai sahabat saya, 4) devosi kepada Ekaristi (setia menghayati perayaan ekaristi dan adorasi), dan 4) devosi kepada Bunda Maria dan kepada pelindung saya, yakni Santo Rafael.
Selain itu Jumat malam saat adorasi, saya menyadari bahwa saya mengalami luka batin yang amat berat dan saya merasa bahwa hati saya terpecah. Ketika saya berdoa dan dalam imajinasi iman, Tuhan Yesus mendatangi saya dan memeluk saya. Dia bertanya kepada saya, “Apakah saya mau sembuh?” dan saya menjawab dengan penuh keyakinan, “Yesus, aku mau sembuh”. Saat itulah, Tuhan Yesus memberikan hati yang baru dan mengganti hati saya yang lama. Hati saya mengalami damai-Nya yang begitu indah dan bersyukur bahwa Yesus telah menyembuhkan luka-luka batin saya.

Hari Ketiga (Sabtu, 29 Oktober 2011)
Hari sabtu siang sebelum mengaku dosa, saya terkenang akan masa lalu saya, saya teringat akan pengalaman trauma yang saya alami dan pada saat itu Tuhan Yesus dan Bunda Maria menguatkan saya agar saya rela mengampuninya. Kemudiaan saat pengakuan dosa, saya mendapatkan penghiburan besar dan pengampunan dari Tuhan Yesus melalui seorang imam. Imam itu berkata, “selama manusia mau bertobat dan kembali kepada Tuhan, maka kerahiman Allah yang tak terbatas akan mengampuni dosa-dosanya. Bila kamu digoda pada pengalaman masa lampau, usirlah godaan itu di dalam nama Yesus dan katakan Yesus telah mengampuniku”.
Sore harinya, pada saat saya melakukan pembasuhan kaki dengan seorang figur ayah dan mama saya, saya merasa kedamaian dan kelegaan yang besar sekali. Pada malam hari ketika mengikuti Persekutuan Doa hati saya dipenuhi hadirat Tuhan yang besar, sulit untuk menggambarkannya, yang jelas hati saya dipenuhi rasa syukur dan syukur kepadanya. Setelah selesai mengikuti Persekutuan Doa, bersama dengan kelima teman saya, kami bersyukur kepada Tuhan Yesus atas kasih-Nya dan pertolongan serta perlindungan Bunda Maria kepada kami.
Terima kasih Tuhan Yesus Kristus untuk jamahan-Nya dan Bunda Maria yang selalu menghibur kami baik dalam kesedihan dan pertobatan. Semoga sharing ini dalam Retret Penyembuhan Batin ini dapat memberikan kekuatan iman, bahwa Yesus tidak hanya menyembuhkan hati kita, akan tetapi Dia memberikan kita hati yang baru. Sungguh pengalaman yg begitu indah bagi saya pada acara retret ini. Terima kasih untuk doa-doa para romo, frater dan suster di Lembah Karmel. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati pelayanan para romo, frater dan Suster dan kita semua.
Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/26-tuhan-yesus-memberikan-hati-yang-baru

Minggu, 07 September 2014



Saya seorang remaja berusia 17 tahun dan masih sekolah di SMUN 2 Ruteng, Manggarai, NTT. Selama tiga tahun saya menderita tumor otak. Sebelum terkena penyakit ini, saya dikenal sebagai orang yang cuek ’(tidak peduli), baik di lingkungan rumah maupun di sekolah. Saya terlalu serius menjalani hidup, sehingga teman-teman sekolah menjuluki saya “si kutu buku”. Banyak waktu saya habiskan untuk belajar dan memperkaya diri dengan pengetahuan-pengetahuan umum, sehingga hidup doa pun saya lupakan, bahkan saya sering tidak menghadiri Misa hari Minggu. Saya merasa bahwa saya harus membahagiakan papa-mama, para guru, dan teman-teman. Prestasi belajar saya yang sangat baik membuat saya sering dipercaya menjadi utusan dalam berbagai perlombaan, untuk mewakili sekolah, kabupaten, propinsi, bahkan sampai ke tingkat nasional.
Ketika saya mengikuti Olimpiade MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) di tingkat propinsi, saya merasa pusing luar biasa. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa saya mengidap penyakit tumor otak. Saya hampir tidak bisa mempercayai hal ini. Sejak saat itu saya berubah total. Hari ke hari perasaan cemas dan takut merasuki diri saya. Orang-orang yang mengenal saya tidak menyangka kalau saya menderita penyakit ini. Kebahagiaan keluarga pun ikut terpengaruh. Berbagai usaha papa lakukan untuk kesembuhan saya, baik ke dokter maupun ke dukun-dukun. Akan tetapi selama dua tahun usaha-usaha itu tidak membuahkan hasil.
Saya hanya bisa pasrah. Sekolah tidak saya pikirkan lagi. Hari-hari saya lalui dengan berbaring saja di tempat tidur. Suatu hari, ketika saya menangis sendirian, tiba-tiba HP saya berbunyi. Ada pesan masuk: “Fred, bisa temani aku? Kapan saja.” Uh, kata-kata ini membuat saya semakin kesal. Akan tetapi, entah kenapa, saya beranikan diri untuk kabur dari rumah dan menemui teman saya itu. Dia mengajak saya untuk mengikuti persekutuan doa di biara Suster Putri Karmel. Karena waktu itu saya belum mengetahui apa-apa tentang pencurahan Roh Kudus maupun tentang Suster Putri Karmel, maka saya menolaknya dengan alasan sibuk. Saya tidak berani mengatakan kepadanya bahwa saya sakit.
Beberapa minggu kemudian dia mengajak saya lagi untuk mengikuti persekutuan doa. Kali ini saya menerima ajakannya karena saya tak mau mengecewakan dia lagi. Sewaktu acara berlangsung, saya bingung, kenapa ada suster-suster dan ada banyak sekali anak sekolah yang datang, namun saya senang sekali dengan lagu-lagu pujian yang dinyanyikan. Semua tampak gembira, bertepuk tangan sambil menari-nari dan menyanyi. Saya merasa terhibur di tempat itu. Setelah itu suasana hening menyelimuti tempat itu, seolah-olah tak ada orang. Suster meminta kami menyadari Tuhan Yesus yang hadir di dalam hati dan berdoa. Sepintas saya berdoa dalam hati, “Tuhan, tolong sembuhkan saya.” Sebuah lagu penyembahan dinyanyikan. Lagu-yang sangat menyentuh sayaitu disusul dengan senandung roh para suster. Tiba-tiba ada suster yang berkata, “Bagi kamu yang sakit di bagian kepala, letakkan tanganmu di kepalamu dan bayangkan Yesus menjamah dan menyembuhkanmu.” Saya yakin kalau kata-kata itu ditujukan kepada saya karena sesuai dengan apa yang saya alami.
Setelah acara selesai, saya menanyakan hal itu kepada suster. Suster meminta nomor HP saya dan berjanji akan mendoakan saya. Sepulang dari acara itu, ada hal baru yang saya rasakan. Meskipun sesampai di rumah, saya dimarahi oleh papa-mama, saya merasa ada hal lain yang menjiwai diri saya. Saya tidak ingin suasana doa itu hilang.
Suatu ketika sakit tumor otak saya kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya sehingga saya harus dirawat di rumah sakit. Hanya keluarga yang mengetahui bahwa saya masuk rumah sakit lagi. Saya sengaja tidak memberitahu teman-teman.
Saya sedang berada di ruang ICU dan menunggu saat-saat akan dioperasi. Dokter dan keluarga saya mengelilingi pembaringan saya. Sayup-sayup saya masih mendengar mama menangis tersedu-sedu. Tiba-tiba HP di meja dekat pembaringan berbunyi. Papa dengan segera memberikan HP itu kepada saya. Ternyata seorang suster Putri Karmel yang menelpon dan mengajak saya mengikuti retret. Suster tidak tahu bahwa saya sedang dirawat di rumah sakit. Saya mengatakan bahwa saya akan menjalani operasi. Suster terkejut, kemudian mengajak saya berdoa saat itu juga melalui HP. Awalnya saya kurang jelas mendengar doa-doanya, tetapi saya berusaha mengikutinya. Suster menyuruh saya membayangkan Tuhan Yesus menjamah saya. Saya menyerukan “Yesus.. Yesus…”. Tiba-tiba saya merasa ada yang menarik urat di kepala saya, dan bagian tulang rusuk serta urat kaki saya. Saya merasa nyaman/enak sekali. Beberapa saat kemudian saya mulai bangun perlahan-lahan, lalu duduk di tempat tidur, dan akhirnya berdiri. Dokter dan keluarga saya di situ hanya heran dan bingung melihat saya tiba-tiba sembuh. Bagian kepala saya terasa dingin, tidak seperti biasanya. Akhirnya rencana operasi ditunda dan malam itu juga saya minta pulang ke rumah.
Hari-hari selanjutnya saya sungguh merasakan perubahan dalam diri saya. Saya bisa mengikuti Misa Natal dan Tahun Baru 2007 tanpa beban dan sakit lagi. Ternyata Tuhan masih memerhatikan saya melalui suster-suster Putri Karmel. Tahun 2008 adalah saat terindah yang Tuhan berikan kepada saya karena saya bisa bergabung dengan teman-teman dalam KTM Muda-Mudi dan kelompok Caritas yang juga dibimbing oleh suster-suster Putri Karmel.
Tanggal 17 Januari 2008, sebelum saya diperiksa lagi oleh dokter, saya minta didoakan suster Putri Karmel. Dokter merasa heran dan sungguh tidak percaya karena saya sudah sembuh total. Dokter bertanya, ”Siapa yang menyembuhkan kamu?” Saya tersenyum dan menjawab, “Tuhan Yesus. Saya bersandar pada-Nya saja!” Setelah dijelaskan oleh papa, barulah dokter mengerti apa yang terjadi. Namun, dokter menyarankan untuk tetap periksa dua minggu sekali.
Hal yang menarik, bukan hanya karena saya sudah sembuh, tetapi seluruh hidup saya berubah. Teman-teman heran dan banyak bertanya-tanya melihat perubahan saya. Tidak seperti dulu, sekarang banyak waktu saya habiskan untuk berdoa, belajar, beristirahat, dan bersosialisasi. Setiap Sabtu malam saya mengikuti persekutuan doa di biara suster-suster Putri Karmel, hari Minggu sepulang dari gereja saya membantu para suster membimbing KTM (Komunitas Tritunggal Mahakudus) anak-anak di biara lalu mengikuti pertemuan sel dengan teman-teman Caritas. Hari-hari saya jalani dengan penuh semangat dan sukacita. Hari libur saya pergunakan untuk membantu para suster mengatur taman dan menanam bunga di Pertapaan Wae Lengkas. Saya merasa suster-suster Putri Karmel menjadi bagian dari keluarga saya dan saya merasakan kasih serta dukungan doa mereka. Sampai ada suster bertanya, ”Tidak capaikah siang malam ke sini?”
Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/39-yesus-menyembuhkan-saya-dari-tumor-otak

Pada tanggal 20-22 Juni akan diadakan Retret Penyembuhan Batin. Entah kenapa, ada dorongan dalam hati saya untuk mengikuti retret ini. Namun saya juga merasa bimbang karena pada tanggal 21 Juni adalah hari ulang tahunku, yang biasanya saya rayakan bersama teman-teman. Namun dorongan itu terasa kuat sekali. Tepat empat hari sebelum retret dimulai, saya tidak mempunyai uang sedikit pun. Tiba-tiba tanpa disangka-sangka seorang sahabat saya memberikan kartu ATM-nya beserta nomor PIN-nya kepada saya, supaya saya dapat mengambil uangnya. Saya merasa peristiwa semacam ini jarang terjadi. Dia begitu mempercayai saya dan rela memberikan uangnya kepada saya walaupun dia sendiri sebenarnya masih membutuhkan. Inilah hadiah ulang tahunku yang pertama yang diberikan Yesus kepadaku melalui sabahatku.
Pada hari retret yang pertama, saya memohon kepada Yesus demikian: "Yesus, aku meminta hadiah dari-Mu untuk hari ulang tahunku besok." Lalu sekonyong-konyong saya mendengar Ia menjawab: "Apa yang engkau inginkan?" Kemudian saya menjawab: “Nyatakanlah kehendak-Mu dalam diriku.” Tuhan benar-benar memberikan hadiahnya pada saya. Melalui session-session yang diberikan, saya merasa Tuhan mulai membentuk saya. Mulai dan Doa Yesus, Misa Kudus, pembasuhan kaki, dan doa-doa penyembuhan batin, Yesus memberikan anugerah dan mujizat-Nya kepada saya. Yesus menyatakan banyak hal dalam hatiku dan saya mengungkapkan seluruh isi hatiku kepada-Nya.
Kemudian melalui doa-doa dan sabda-sabda ternyata saya baru tahu bahwa saya mempunyai luka batin yang disebabkan karena penolakan orang tua dan sekeliling saya sejak dalam kandungan. Hal ini secara tidak sadar mempengaruhi sikap saya hingga saat itu. Saya banyak mengalami kekecewaan dan penderitaan, hingga pemah suatu hari saya kabur dan rumah dan mau bunuh diri. Sikap saya galak, cenderung untuk menolak kasih dan orang lain, dan sulit berkomunikasi dengan orang banyak. Saya membenci mereka semua, saya curiga terhadap semua orang dan tidak mempercayai siapa pun. Saya takut mengalami kekecewaan lagi sehingga secara tidak sadar saya membentengi diri dengan bersikap memusuhi dan menghindar terlebih dahulu. Namun pada retret kali ini saya merasa kasih Yesus menguasai hidupku, bukan hanya hatiku. Yesus memberikan kekuatan kepada saya untuk mengasihi dan mengampuni mereka semua yang telah melukai saya.
Pada waktu itu juga saya mengalami ‘kelahiran baru’. Saat saya berdoa mohon Roh Kudus untuk memenuhi diriku, saya seakan-akan melihat cahaya menyinari wajahku dan saya melihat diriku tertidur dalam palungan. Lalu kulihat kedua orang tuaku ada di sana bersama dengan Maria dan Yosef. Saya tidak melihat Yesus, tetapi kehadiran-Nya, pelukan-Nya yang hangat, serta kasih-Nya dapat kurasakan. Ketika itu juga ada seorang suster yang bernubuat (kurang lebih berbunyi demikian): “Jangan takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Oleh karena itu engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku mengasihi engkau.” Seketika itu rasa sukacita dan damai menyelimuti saya. Tak terasa air mata turun membasahi pipiku. Yesus, temyata Engkau menghendaki kehadiranku di dunia ini dan saya adalah kepunyaan-Mu.
Walaupun saya merasa banyak orang menolak saya, namun Engkau menghendakiku. Terima kasih Yesus. Sabda ini diteguhkan kembali ketika saya membaca Yesaya 43. Betapa meluapnya hatiku dengan sukacita. Saya tersungkur di hadapan Yesus, “Betapa Engkau mencintai aku.” Aku mengalami penyembuhan. Inilah hadiah ulang tahunku yang kedua dan Tuhan Yesus. Pada hari terakhir retret, saat Doa Yesus, kembali Yesus menjamah saya. Pada waktu seorang suster mendoakan saya, tiba-tiba bagian bawah perut saya terasa sakit sekali. Saya menahan, tapi rasa sakit tak kunjung hilang. Dalam imajinasi, saya merasa seperti bayi dalam kandungan, saya tidak bisa bergerak dan seluruh badan saya terasa sakit sekali. Sekonyong-konyong saya merasa ada kuasa yang menjamah saya dan memenuhi saya dengan kasih. Pada saat itu kembali saya diteguhkan bahwa saya telah disembukan dan segala luka-luka saya.
Mulai dan hari itu, saya baru benar-benar bisa merasakan kasih dan sesama saya. Pertama-tama melalui beberapa orang ibu dari berbagai kota, yang mengikuti retret bersama saya, dan teman-teman saya memberikan perhatiannya kepada saya. Ada satu pengalaman yang sangat mengesankan. Pada waktu makan pagi, saya makan disuapi oleh seorang teman saya karena tangan saya kram dan tidak bisa memegang sesuatu. Saya bahagia sekali sekaligus merasa terharu atas perhatian mereka itu. Sepulang dan retret ada satu kejutan lain menungguku, tiba-tiba adik, mama, dan papa saya —yang selama ini tidak pernah memperhatikan saya— memberikan kado ulang tahun kepadaku. Bagi saya ini adalah suatu mujizat. Bukan nilai dan hadiah itu yang mengharukanku, tapi perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan kepada saya. Langsung saya memeluk mama dan berkata: “Mama, Yenny sayang mama.” Sejak saat itu saya merasa semua orang di sekitar saya sungguh-sungguh mencintai saya. Begitu juga dengan teman-teman saya. Saya menelepon mereka semua untuk saling memaafkan. Terima kasih Yesus, karena Engkau memberikan hadiah ulang tahun yang sungguh berarti bagiku.
Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/34-hadiah-ulang-tahunku


Kami pasangan suami istri Octavianus Indra Kurniawan dan Theresia Nurcahyani. Kami menikah pada 24 Agustus 2003 saat usia kami 27 tahun. Kami telah memiliki seorang putra yang lahir pada 3Agustus 2006. Kami dari paroki St. Aloysius Gonzaga, Cijantung, Jakarta Timur.
Kelihatannya sederhana, menikah lalu anak. Namun untuk memperoleh keturunan bagi kami tidaklah sesederhana itu. Walaupun mungkin bagi sebagian orang 3 tahun bukanlah waktu yang panjang, tapi bagi kami rasanya lama sekali.
Beberapa bulan sebelum kami menikah, saya menjalani laparaskopi karena terdapat kista pada kedua ovarium saya. Dokter kandungan tersebut mengatakan bila tidak dilakukan tindakan tersebut akan mengganggu dan mempersulit kehamilan. Karena memang saya sering merasa nyeri perut terutama pada saat datang bulan.
Setelah menikah, saya tak kunjung hamil. Lalu saya konsultasi ke dokter kandungan, oleh dokter tersebut, dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain Ultrasonografi (USG), pemeriksaan hormon reproduksi juga radiologi Histeosalpingografi (HSG). Semua hasilnya baik dan tidak terdapat kelainan. Dokter menyarankan suami saya untuk konsultasi ke dokter andrologi yang khusus menangani masalah organ reproduksi pria.
Ternyata pada testis suami saya terdapat varises atau varikokel. Memang sebelumnya suami saya sering mengeluh  nyeri perut bagian bawah dan ternyata hal itu disebabkan adanya varises pada testisnya. Karena pembuluh darah yang melebar tersebut mengakibatkan jumlah dan mutu sperma yang dihasilkan menjadi sedikit dan tidak sempurna sehingga menyababkan kami sulit memperoleh keturunan. Dokter menyarankan agar segera dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi varikokel tersebut karena bila tidak segera dioperasi  maka kemungkinan kami untuk mempunyai anak akan sangat sulit sekali. Sedangkan bila hanya dengan terapi obat-obatan hanya akan membuang waktu dan uang karena akar permasalahannya tidak diatasi lebih dahulu.
Suami saya sangat tertekan sekali menghadapi kenyataan itu karena ternyata penyebab kami sulit memiliki anak adalah dirinya. Saya juga merasakan hal yang sama tapi mungkin saya lebih siap mendengar pernyataan dokter itu. Mengapa demikian? Karena sebelum kami menikah, kami melakukan beberapa macam pemeriksaan laboraturium. Profesi saya sebagai analis laboraturium memungkinkan saya untuk memeriksa sendiri sperma suami saya. Saya melihat di bawah mikroskop, sel sperma yang ada sangat jarang sekali, kalaupun ada hanya beberapa sel saja, itu pun sel-sel yang abnormal. Pergerakannya lambat bahkan banyak yang tidak bergerak. Saya tahu bahwa dengan kondisi sperma yang demikian sangat kecil kemungkinan untuk terjadi prosas pembuahan. Tapi hal itu memang saya rahasiakan dari dirinya. Saya terpaksa berdusta padanya ketika dia menanyakan hasil laboraturium pemeriksaan spermanya. Saya katakan hasilnya bagus, normal. Padahal dalam hati saya cemas sekali memikirkan masa depan kami bila menikah nanti dan tidak mempunyai anak. Tapi saya sangat mencintainya dan tidak ingin karena masalah ini kami batal menikah. Prinsip saya, menikah tidak semata-mata hanya ingin memiliki anak.
Setelah kami konsultasi dengan dokter andrologi, akhirnya suami saya tahu kondisi dirinya, suami saya juga bertanya apakah saya menyesal menikah dengannya. Saya katakan tidak, karena sebelum kami menikah saya sudah tahu kemungkinan apa yang akan saya hadapi. Lalu saya ceritakan semua padanya tentang pemeriksaan spermanya waktu itu.
Kemudian suami saya menjalani operasi varikokel pada awal Mei 2004. Setelah operasi dilakukan terapi dengan obat-obatan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan berlalu dilakukan pemeriksaan sperma kembali, ternyata hasilnya sama sekali tidak ada perubahan bahkan bisa dikatakan makin menurun dari sebelum operasi. Shock kami mendengarnya. Karena kami sangat berharap sekali dengan  operasi semua beres, ternyata tidak.  Dari hasil USG, ternyata masih ada varikokel yang lainnya yang harus dilakukan operasi kembali. Jelas hal ini membuat kami  stress. Bagaimana bila operasi kedua  gagal lagi?
Kami pun beberapa kali konsultasi kepada Romo Rochadi Widargo, PR pastor yang memberkati pernikahan kami. Kami didoakan dan beliau mengatakan "itu kan kata dokter tapi kata Tuhan kan lain." Kata-katanya sederhana namun membuat kami menjadi tenang karena kami jadi memiliki harapan kembali.
Kami pun beralih kepada pengobatan alternatif, mulai dari orang pintar, tabib, dukun, pijat refleksi, pijat tradisional, dan paranormal semua kami datangi untuk mengatasi masalah kami, namun semua tidak membuahkan hasil. Sampai kami lelah pergi ke sana–ke mari. Entah sudah berapa banyak uang yang kami keluarkan dan juga waktu yang tersita untuk menjalani semuanya itu.
Awal tahun 2005 kami berhenti total dari pengobatan semuanya  selain kami merasa jenuh dan lelah, kami juga sedang proses membangun rumah sehingga dana yang ada terfokus untuk membangun rumah.
Pada pertengahan Mei 2005, seorang teman saya yang juga bekerja di rumah sakit di mana saya bekerja mengajak kami pergi ke Lembah Karmel, Cikanyere untuk misa Pentakosta. Karena kami belum pernah ke Lembah Karmel maka dengan senang hati kami ikut. Awal bulan juli 2005  dia juga mengajak kami Retret Awal. Sejak pertama hadir di Lembah Karmel pada bulan Mei 2005, Kami sudah jatuh hati pada tempat itu sehingga tanpa pikir panjang kami mengiyakan ajakannya.
Ketika mengikuti retret tersebut ada waktu khusus untuk sharing dengan beberapa frater dan suster di sana. Kami juga menggunakan kesempatan itu untuk sharing masalah kami. Kami mengungkapkan semua persoalan yang kami hadapi kepada frater Giovanni seorang frater yang berasal dari negeri tetangga, Malaysia. Betapa kami jadi minder dan rendah diri karena belum memiliki anak. Karena kapan pun dan di mana pun semua orang yang kami jumpai tak pernah berhenti menanyakan kapan kami punya momongan. Hal ini membuat kami jadi menarik diri dari pergaulan karena kami takut akan pertanyaan orang–orang tentang anak. Apalagi bila ada teman atau kerabat yang hamil atau melahirkan rasanya saya jadi sakit hati sekali. Bahkan saya jadi benci bila melihat orang hamil. Karena saya jadi iri kepada mereka. Kenapa bukan saya? Dalam berdoa pun  saya sempat protes kepada Tuhan. Bunda Maria saja yang tidak bersuami bisa hamil, kenapa saya yang bersuami tidak bisa hamil? Suami saya pun sempat marah kepada Tuhan. Kenapa Tuhan tidak adil? Banyak orang bisa hamil padahal belum tentu orang tersebut benar-benar menginginkan anak. Bahkan banyak bayi-bayi setelah dilahirkan dibuang atau digugurkan saat masih dalam kandungan.
Semua yang dikatakannya sangat mengesankan buat kami berdua dan membuat kami mempunyai harapan baru. Kata-katanya lembut merasuk ke dalam hati kami. Memberi pencerahan buat kami.Dan selain itu mengubah cara pandang kami tentang apa yang selama ini menjadi beban buat kami. Jika dulu dalam doa kami memohon untuk diberikan keturunan, yang seakan memaksa Tuhan mengabulkan doa kami. Tetapi setelah kami retret, doa kami berubah menjadi doa yang lebih pasrah pada kehendak Tuhan dan memohon apa pun yang terjadi pada kami, kami dapat menerima dengan hati yang ikhlas. Dan membuat kami tidak takut lagi untuk membuka diri.
Bulan Desember 2005, kami berdua mengikuti retret penyembuhan Luka Batin. Kami sungguh dapat memperoleh penyembuhan dari segala luka-luka batin kami. Karena dengan mengampuni kami menjadi lebih damai. Kami jadi dapat menerima  orang lain yang menyakiti kami dengan hati terbuka.
Beberapa hari setelah retret tersebut, di paroki kami ada pengakuan dosa untuk menyambut Natal. Dan saya mengaku dosa kepada Romo Rochadi, PR, yang kebetulan menjadi pastor tamu untuk membantu pengakuan dosa karena banyaknya umat yang mengaku dosa sedangkan di paroki kami hanya ada dua pastor. Sebelum mengaku dosa, beliau sempat bertanya pada saya, apakah saya hamil? Saya tidak menanggapi serius karena saya pikir beliau hanya berbasa-basi. Tetapi saya jadi memikirkan kata-katanya. Keesokan harinya saya memeriksakan urine saya di laboratorium tempat saya bekerja. Saya tidak berani melihat test pack-nya. Saya takut akan seperti biasanya. Karena seringkali jika perkiraan terlambat datang bulan, saya iseng-iseng periksa urin dan berkali pula hasilnya selalu negatif.
Sungguh di luar dugaan, ternyata hasilnya positif! Saya sangat tidak percaya. Sampai rasanya jantung ini melompat keluar karena kegirangan. Karena memang menurut perhitungan belum bisa dikatakan terlambat datang bulan. Saya sampai tidak tahu apa yang harus saya lakukan, karena saya memeriksa sendiri urine saya dan saya sendirian melihat hasilnya. Bahkan saya tidak berani cerita pada suami saya. Saya khawatir bila ternyata hasil tersebut adalah positif palsu.
Namun akhirnya saya cerita kepada suami saya tetapi saya berpesan supaya jangan terlalu gembira dulu sebelum ada pernyataan dari dokter kandungan. Besoknya saya ke dokter kandungan sendirian, saya tidak mengajak suami saya karena khawatir hasilnya mengecewakannya. Ternyata dokter kandungan yang memeriksa saya menyatakan saya sungguh-sungguh hamil.
Saya menjalani masa kehamilan tersebut dengan penuh sukacita. Walau banyak kendala saya hadapi. Setiap bulan saya memeriksakan diri ke dokter kandungan. Awal kehamilan ketika menginjak usia dua bulan saya mengalami flek dan diberi obat penguat kandungan.
Dokter kandungan sudah memberi informasi kalau letak plasentanya menutupi jalan lahir sehingga kemungkinan bila sampai trismester ketiga tidak ada perubahan letak plasentanya maka saya harus menjalani operasi sesar. Dan dengan adanya plasenta previa ini rentan terjadi pendarahan. Dan dikhawatirkan terjadi kelahiran prematur. Usia kehamilan 5 bulan, saya mengalami flek lagi dan harus bedrest selama seminggu di rumah.
Beberapa hari setelah mengadakan acara tujuh bulanan, saya terserempet motor. Puji Tuhan tidak terjadi apa-apa. Menginjak usia kehamilan 8 bulan saat pagi buta ketika saya buang air kecil ternyata bukan hanya urine yang keluar tetapi darah ikut mengalir keluar, saya panik. Dan kami cepat-cepat pergi ke rumah sakit. Saya harus bedrest selama satu minggu di rumah sakit.
Setelah pulang dari rumah sakit beberapa hari kemudian, suatu sore ketika saya bangun tidur ternyata saya mengalami pendarahan lagi. Karena sebelumnya sudah mengalami hal ini, saya tidak terlalu panik. Kami lalu pergi ke rumah sakit. Kali ini saya harus bedrest total sampai menjelang kelahiran. Diinfus untuk menahan agar tidak terjadi kontraksi  karena khawatir terjadi kelahiran prematur. Tetapi saya juga disuntik obat untuk mematangkan paru-paru bayi dalam kandungan, berjaga-jaga seandainya bayi saya harus dilahirkan sebelum waktunya. Setiap hari harus di-kardiotokografi (CTG) untuk merekam kontraksi dan detak jantung bayi. Perawat setiap 3 kali sehari memeriksa detak jantung bayi saya dalam kandungan.
Menurut perhitungan, saya melahirkan tanggal 23 Agustus 2006, tetapi karena kondisi saya demikian akhirnya diputuskan saya melahirkan tanggal 3 Agustus 2006 melalui operasi sesar karena plasenta previa totalis. Semua berjalan lancar, walau saya bedrest di rumah sakit hampir sebulan karena kontraksi dan pendarahan.
Kami memberi nama putra kami Michael Samuel Giovani Putra Kurniawan. Michael adalah salah satu dari malaikat agung, karena putera kami adalah malaikat buat kami berdua. Dan nama Samuel yang artinya anak yang diminta dari Tuhan. Saya pernah berjanji dalam hati  jika saya mempunyai anak akan diberi nama Samuel. Kami sengaja memakai nama Giovani untuk mengingatkan kami pada frater Giovani yang telah memberikan pencerahan buat kami dan juga sebagai ucapan terima kasih kami padanya. Walau sampai saat ini kami belum meminta ijinnya dan belum menceritakan anugerah yang diberikan Tuhan buat kami. Karena ketika kami retret bulan Desember 2005 beliau sudah tidak berada di Lembah Karmel, Cikanyere tetapi di Tumpang Malang.
Tulisan ini saya buat sebagai ucapan terima kasih kami kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang tidak pernah meninggalkan kami dalam kesulitan apa pun. Dan juga ucapan terima kasih kami kepada Romo Yohanes Indrakusuma, O.Carm, para suster Putri Karmel dan para frater CSE yang telah membantu kami dengan doa-doanya.
 Sumber : http://www.carmelia.net/index.php/kesaksian-kesaksian-lain/40-indah-pada-waktunya

JESUS FOLLOWERS

Entri Populer

Dalam setiap problema kehidupan seringkali kita menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi dalam hidup kita, seringkali kita berpaling daripada-Nya.
Namun pernakah kita sadari betapa besar kerinduan Tuhan terhadap kita untuk kembali mendengar suara kita dalam doa untuk berharap kepada-Nya
Tangan Tuhan tidak pernah melepaskan kita

-Benedictus Anto Kurniawan. S.Sn.,M.Ds-





KIRIM ARTIKEL


Nama :

Alamat:

Email: